PERJANJIAN TENAGA KERJA

Anggota Kelompok:

-Adiweno Rashad Sahita

-Luthfiyah Khoirunnisa

-Zaidan Zaki Maksudi

-Adrian Broco


  1. Hakikat Perjanjian Tenaga Kerja

Dalam bekerja, seorang tenaga kerja dan pemberi kerja memiliki sebuah perjanjian tenaga kerja. Berikut pengertian perjanjian tenaga kerja tersebut.

  1. Berdasarkan Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.

  2. Perjanjian kerja menurut Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 Pasal 1 angka 10 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri adalah perjanjian tertulis antara Tenaga Kerja Indonesia dan pengguna yang memuat antara Tenaga kerja Indonesia dan pengguna yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban masing-masing pihak.

  3. Menurut Pasal 1601a KUHPerdata, yang dimaksudkan dengan perjanjian kerja adalah perjanjian kerja perburuhan, yaitu “suatu perjanjian di mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk di bawah perintah pihak yang lain, untuk suatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah”.

  4. Wiwoho Soedjono berpendapat bahwa yang dimaksud dengan perjanjian kerja adalah hubungan hukum antara seseorang yang bertindak sebagai majikan, atau perjanjian orang perorangan pada suatu pihak dengan pihak lain sebagai majikan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan mendapat upah.


  1. Syarat Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja harus memenuhi empat syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dua syarat pertama disebut Syarat subjektif karena berkenaan dengan subjek perjanjian, sedangkan ke dua syarat berikutnya disebut syarat objektif karena berkenaan dengan objek perjanjian:

  1. Adanya kesepakatan kehendak (Consensus, agreement)

Kesepakatan kehendak menjadi syarat utama karena sah atau tidaknya suatu kontrak di mata hukum, harus ada kesesuaian pendapat kedua belah pihak tentang apa yang diatur oleh kontrak tersebut. Berdasarkan hukum, kesepakatan kehendak dikatakan tercapai jika tidak terjadi salah satu unsur-unsur sebagai berikut

  1. Paksaan (dwang, duress)

  2. Penipuan (bedrog, fraud)

  3. Kesilapan (dwaling, mistake)

Sebagaimana pada Pasal 1321 KUHPerdata menentukan bahwa katasepakat tidak sah apabila diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.

b. Wewenang/kecakapan berbuat menurut hukum (Capacity)

Syarat wewenang berbuat maksudnya adalah bahwa pihak yang melakukan kontrak haruslah orang yang oleh hukum memang berwenang membuat kontrak tersebut. Pasal 1330 KUHPerdata menentukan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan , kecuali undang-undang menentukan bahwa ia tidak cakap. Mengenai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian dapat kita temukan dalam Pasal 1330 KUHPerdata, yaitu:

  1. Orang-orang yang belum dewasa,

  2. Mereka yang berada dibawah pengampuan, dan

  3. Wanita yang bersuami (catatan: ketentuan ini dihapus tentang perkawinan. Pasal 31 Undang-Undang ini menentukan bahwa hak dan kedudukan suami dan istri adalah seimbang dan masing-masing berhak untuk melakukan perbuatan hukum.


c. Objek/perihal tertentu

Suatu kontrak harus berkenaan dengan hal tertentu, jelas dan dibenarkan oleh hukum. Terkandung pada Pasal 1332 KUH Perdata menentukan bahwa “Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian” . Adapun pada Pasal 1333 KUH Perdata menentukan bahwa “Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dan dapat ditentukan/dihitung.“


d. Kausa yang diperbolehkan/halal/legal

Suatu kontrak harus dibuat dengan maksud/alasan yang sesuai hukum yang berlaku. Tidak boleh untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum. Isi perjanjian harus tidak dilarang oleh UU atau tidak bertentangan dengan kesusilaan/ketertiban umum. Pasal 1337 KUH Perdata menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan hukum.


Abdulkadir Muhammad berpendapat bahwa perjanjian memuat unsur yaitu pihak-pihak, persetujuan antara para pihak, tujuan yang akan dicapai, prestasi yang akan dilaksanakan, bentuk tertentu, dan syarat-syarat tertentu. Dalam perjanjian kerja tertulis, perjanjian kerja itu harus berisi syarat-syarat perjanjian kerja, yaitu :

  1. Harus disebutkan macam pekerjaan yang diperjanjikan

  2. Waktu berlakunya perjanjian kerja

  3. Upah buruh yang berupa uang diberikan tiap bulan

  4. Saat istirahat bagi buruh

  5. Bagian upah yang berisi perjanjian hak buruh


  1. Isi Perjanjian Kerja

Berdasarkan Pasal 54 UU No. 13 Tahun 2003, perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat :

  1. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;

  2. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;

  3. Jabatan atau jenis pekerjaan;

  4. Tempat pekerjaan;

  5. Besarnya upah dan cara pembayarannya;

  6. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;

  7. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;

  8. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat;

  9. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Komentar

Postingan Populer